MINYAK

Harga Minyak Dunia Merosot Setelah AS Umumkan Sanksi Iran

Harga Minyak Dunia Merosot Setelah AS Umumkan Sanksi Iran
Harga Minyak Dunia Merosot Setelah AS Umumkan Sanksi Iran

JAKARTA - Harga minyak dunia mengalami penurunan signifikan pada akhir pekan ini setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, sebuah langkah diplomatik yang dinilai meredam kekhawatiran pasar atas potensi eskalasi konflik antara Israel dan Iran.

Dikutip dari Reuters, harga minyak Brent turun US$?1,84 (?2,33?%) menjadi US$?77,01 per barel. Sedangkan WTI kontrak Juli, yang berakhir masa berlakunya pada Jumat, turun 21 sen (?0,28?%) menjadi US$?74,93, dan kontrak WTI paling aktif untuk Agustus ditutup pada US$?73,84 per barel 

1. Latar Belakang Geopolitik & Kebijakan Sanksi

Ketegangan antara Israel dan Iran meningkat sejak serangan udara terhadap beberapa fasilitas Iran, termasuk situs nuklir dan pabrik misil . Dalam menanggapi hal tersebut, AS menunda keputusan untuk turun tangan militer selama dua minggu, di tengah dorongan diplomatik melalui negosiasi lewat Eropa (negosiasi di Jenewa) . Kondisi ini berdampak langsung pada fluktuasi harga minyak dunia.

Langkah AS melucurkan sanksi baru—menyasar sektor minyak Iran, perantara penyaluran, serta sektor maritim—ditujukan sebagai bentuk tekanan guna menekan ekspor minyak Iran . PVM menyebut tindakan tersebut sebagai "catalyst" yang kembali mengerek harga minyak setelah sebelumnya level mendekati US$?65–68 per barel .

2. Dampak Langsung ke Pasar Minyak

Brent crude: turun dari kisaran high ~US$?78–79 menjadi US$?77,01 per barel 

WTI kontrak Juli: turun 0,28%, mencapai US$?74,93 

WTI Agustus: ditutup pada level US$?73,84 

Data tersebut mencerminkan koreksi pasar setelah lonjakan tajam pada minggu sebelumnya akibat serangan Israel–Iran. Namun secara mingguan, Brent masih mencatat kenaikan sekitar 3–3,8?% 

3. Reaksi Analisis Pasar

Beberapa analis menyebut penurunan harga ini sebagai “hold pattern” akibat ketidakpastian geopolitik . Misalnya, Putin dari Rusia menilai kenaikan hanya dari US$?65 ke US$?75, dan menegaskan bahwa OPEC+ tidak perlu intervensi, karena kondisi saat ini masih dalam batas terkendali 

Citigroup memperingatkan jika konflik di Timur Tengah mengganggu 3 juta barel per hari atau terjadi penutupan Selat Hormuz, harga bisa melonjak ke US$?90++ 

4. Alasan Sanksi Meredam Kenaikan Harga

Pasar membeli optimism diplomasi seiring keputusan sanksi AS yang dianggap alternatif dari tindakan militer. Reuters menyebut keputusan Trump untuk menunda aksi dan memberi waktu dua minggu bagi diplomasi memberi pasar sedikit ruang bernafas 

Disisi lain, reintegrasi Iran ke pasar lewat jalur diplomatik kecil kemungkinan membuka kembali pasokan, sehingga meredam potensi lonjakan harga besar .

5. Indikator Teknis & Ekonomi Pendukung

Data inventori AS: Inventori minyak mentah yang meningkat mencerminkan kondisi permintaan domestik yang relatif lemah .

Produksi OPEC+: Saudi Arabia dan Rusia terus menambah output (Mar–Apr 2025 sekitar +411 ribu bph), menambah tekanan pasokan global 

Dolar AS sempat melemah, namun safe-haven terhadap geopolitik tetap menguat dan mempengaruhi korelasi harga komoditas 

6. Proyeksi Jangka Pendek dan Menengah

Citigroup: Jika konflik berkembang luas, Brent bisa ke US$?90 

J.P. Morgan: Proyeksikan tren harga Brent stabil di mid- to high-US$?70s selama beberapa bulan ke depan 

UBS & Onyx: Menilai pasar akan melakukan aksi “buy the rumor, sell the fact” setelah AS memberi sinyal mereda 

7. Risiko Pemicu Lonjakan Harga

Penutupan Selat Hormuz: Mengancam hingga 20% volume ekspor minyak global (~18–21 juta barel/hari)

Eskalasi militer lebih lanjut: Serangan terhadap infrastruktur nuklir/minyak bisa memicu respons balasan yang memperburuk pasokan .

Disrupsi Iran: Potongan ekspor akibat sanksi atau konflik bisa menghilangkan 1–1,4 juta barel/hari dari pasar global .

8. Kesimpulan dan Implikasi

Keputusan AS untuk menerapkan sanksi baru—tanpa opsi militer langsung—membantu meredam sentimen negatif pasar, sehingga harga minyak dunia turun moderat dari level puncak seminggu sebelumnya. Namun, ketidakpastian geopolitik masih mendominasi, terutama terkait potensi konflik lebih luas atau ancaman penutupan Selat Hormuz.

Investor dan pelaku pasar kini menanti hasil diplomasi serta perkembangaan kebijakan OPEC+, data inventori, dan pergerakan suku bunga global untuk menilai arah harga selanjutnya. Bagi negara importir seperti Indonesia, penurunan harga bisa membantu meredam tekanan inflasi akibat biaya energi, namun kestabilan jangka menengah bergantung pada perkembangan konflik regional dan kebijakan global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index