NIKEL

Tambang Nikel Ancaman Ekologis di Raja Ampat, Surga Bawah Laut Dunia

Tambang Nikel Ancaman Ekologis di Raja Ampat, Surga Bawah Laut Dunia
Tambang Nikel Ancaman Ekologis di Raja Ampat, Surga Bawah Laut Dunia

JAKARTA - Gugusan pulau eksotis di ujung timur Indonesia, Raja Ampat, dikenal sebagai surga bawah laut dengan keanekaragaman hayati luar biasa. Perairannya menjadi rumah bagi 75% spesies karang dunia dan sekitar 1.600 jenis ikan . Namun, keberadaan tambang nikel kini mengusik keindahan panorama laut yang dikenal dunia.

Pemerintah dan lembaga lingkungan memperingatkan bahwa ekspansi aktivitas pertambangan nikel yang merambah pulau-pulau kecil di wilayah ini bisa memicu kerusakan tidak hanya pada habitat laut dan darat, tetapi juga mengancam mata pencaharian masyarakat lokal yang mengandalkan ekowisata dan perikanan 

1. Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati

Raja Ampat merupakan bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) dan menjadi kawasan konservasi laut global. Hingga 553 spesies karang, 1.070 jenis ikan karang, dan jenis mamalia, burung, serta herpetofauna endemik menghuni wilayah ini  Namun sejak beberapa tahun lalu, pulau-pulau seperti Gag, Kawe, dan Manuran dijadikan lokasi tambang nikel, dengan dampak deforestasi sekitar 500 hektar 

Menurut Greenpeace dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), pengerukan hutan serta pengerukan tanah menimbulkan sedimentasi masif. Lumpur tambang terbawa arus dan menutupi terumbu karang, menyusutkan penetrasi cahaya matahari yang vital untuk fotosintesis alga penopang ekosistem bawah laut  Aktivitas ini menyebabkan penurunan populasi ikan serta degradasi habitat alami, yang sebelumnya menopang nelayan dan pelaku ekowisata setempat .

2. Penegakan Regulasi dan Dampak Awal

Pemerintah pusat menanggapi kekhawatiran ini dengan mengambil langkah tegas. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengumumkan penghentian izin operasi tambang untuk empat dari lima perusahaan di Raja Ampat, setelah ditemukan pelanggaran lingkungan dan rencana usaha yang belum disetujui

“Starting today, the government has revoked four mining operation permits in Raja Ampat,” tegas Menteri Bahlil. Namun satu perusahaan—PT Gag Nikel—masih diperbolehkan beroperasi karena lokasinya berada di luar kawasan geopark UNESCO 

Langkah tersebut diapresiasi Greenpeace dan ekosistem masyarakat adat, meski pengawasan lebih lanjut masih melekat karena kekhawatiran bahwa pembatalan izin bisa kembali diajukan melalui upaya hukum .

3. Kerusakan Lingkungan dan Risiko Sosial

Penambangan di pulau kecil, menurut Jatam, telah merusak lahan hijau dan mengancam ekosistem laut. “Hilirisasi maupun eksploitasi nikel… sudah betul-betul menyengsarakan buat masyarakat” ujar aktivis Jatam. Kerusakan ini juga memicu konflik di antara warga adat. Warga Manyaifun menyatakan:

“Kami telah lama hidup dari sektor pariwisata, perikanan, dan pertanian. Jika pulau-pulau kami diberikan kepada perusahaan tambang... ekologi dan kehidupan sosial masyarakat akan hancur,” ungkap Boby Jaga 

Penolakan ini didukung oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Ketua PDBPAN Moi Maya, Elon Salomo, menegaskan:

“Raja Ampat bukan tempat untuk bisnis tambang nikel… menolak eksploitasi yang mengorbankan Masyarakat Adat dan menghancurkan lingkungan.” 

4. Respon dan Tuntutan Sektor Wisata

Pelaku ekowisata Raja Ampat mengingatkan bahwa reputasi destinasi bisa runtuh jika kualitas lingkungan terganggu. Asosiasi Pengusaha Wisata Selam menyatakan adanya tumpukan sedimentasi di sekitar Pulau Kawe dan Wayag:

“Lumpur tambang... berpotensi merusak terumbu karang, serta berdampak pada habitat penting seperti zona migrasi manta ray... gambaran dan fakta-fakta tersebut sangat mengerikan,” kata Ebram dari IDCA 

Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menyatakan perlu keseimbangan antara ekonomi dan ekologi, dan menyampaikan bahwa rencana baru izin pertambangan sudah ditolak masyarakat saat kunjungan bersama DPR di akhir Mei–awal Juni 2025 

5. Langkah Pemerintah dan Audit Izin

Presiden Prabowo Subianto memerintahkan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan tambang. Menteri lingkungan, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap kerusakan di wilayah dengan keanekaragaman ba il dunia:

“Kami tidak akan membiarkan satu inci pun kerusakan di wilayah yang menjadi rumah bagi 75% spesies karang dunia...” 

Selain itu, evaluasi izin tambang diperluas dan akan segera ada pemulihan atas kerusakan yang terjadi .

6. Tinjauan Regulasi dan Perlindungan Pulau Kecil

Meski Undang?Undang No.1/2014 melarang tambang di pulau kecil, belasan perusahaan tetap mendapat IUP di pulau seperti Gag, Kawe, Manuran, hingga Batang Pele dan Manyaifun, dengan total lahan yang luas melebihi batas aman Mahkamah Konstitusi telah menetapkan perlindungan khusus bagi pulau kecil, namun implementasi regulasi masih lemah 

7. Arah Masa Depan: Ekonomi Hijau atau Tambang Skala Besar?

Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, didorong oleh kebutuhan global untuk baterai kendaraan listrik Namun, pengalaman kerusakan di Sulawesi dan Maluku menimbulkan pertanyaan: apakah harga perkembangan industri bersih layak dibayar dengan kelestarian Raja Ampat ?

Aktivis menuntut larangan total, audit izin, dan pemulihan lingkungan. Mereka juga mendesak agar fokus negara dialihkan ke hilirisasi industri nikel di area yang tidak sensitif ekologis .

Raja Ampat adalah warisan nasional dan aset ekologis global. Meski kebutuhan industri nikel mendesak, keberlanjutan ekosistem dan kelangsungan masyarakat adat tidak boleh dikorbankan. Penghentian empat izin tambang jadi awal yang penting, namun perlu ditindaklanjuti dengan audit komprehensif, pemulihan ekologis, dan pelibatan komunitas lokal.

Dalam jangka panjang, pemanfaatan nikel harus dicapai dengan hati-hati—rekayasa industri bersih di wilayah lisensial dan konservasi ketat di kawasan geopark. Tanpa langkah ini, surga laut Raja Ampat bisa tergantikan oleh kekosongan bawah permukaan yang tidak bisa kembali seperti semula.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index